Batubara adalah salah satu sumber energi fosil yang memiliki peran penting dalam perekonomian dan pembangunan Indonesia. Batubara merupakan sumber energi utama untuk menghasilkan listrik, bahan baku industri, dan komoditas ekspor. Batubara juga memberikan kontribusi besar bagi penerimaan negara, lapangan kerja, dan kesejahteraan masyarakat. Namun, di sisi lain, batubara juga menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan, seperti pencemaran, perubahan iklim, dan ketergantungan. Oleh karena itu, Indonesia menghadapi dilema antara mempertahankan penggunaan batubara untuk mendukung kemakmuran atau mengurangi penggunaan batubara untuk mendukung keberlanjutan.
Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan batubara Indonesia pada tahun 2019 mencapai 37,6 miliar ton, dengan produksi sebesar 610 juta ton dan konsumsi sebesar 115 juta ton. Indonesia merupakan produsen batubara terbesar kelima di dunia dan eksportir batubara terbesar di dunia. Sebagian besar produksi batubara Indonesia diekspor ke negara-negara Asia, seperti Cina, India, Jepang, dan Korea Selatan. Sementara itu, konsumsi batubara domestik sebagian besar digunakan untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yang menyumbang 48% dari total kapasitas pembangkit listrik nasional.
Dari sisi ekonomi, batubara memberikan manfaat yang signifikan bagi Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, pada tahun 2020, sektor batubara menyumbang 70-80% dari total penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor sumber daya alam non migas sub sektor mineral dan batubara, yaitu sebesar 24 triliun rupiah. Selain itu, sektor batubara juga menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 1 juta orang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Batubara juga menjadi sumber energi yang murah dan mudah tersedia bagi masyarakat, khususnya di daerah-daerah terpencil yang belum terjangkau oleh jaringan listrik nasional.
Baca juga: 17 Jenis Hasil Tambang Indonesia dan Kegunaannya dalam Kehidupan Sehari-Hari
Namun, dari sisi lingkungan, batubara menimbulkan dampak yang serius bagi Indonesia. Batubara merupakan penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia, yaitu sekitar 60% dari total emisi nasional. Emisi GRK dari batubara dapat menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim, yang dapat menimbulkan berbagai bencana alam, seperti banjir, kekeringan, kenaikan permukaan laut, dan kerusakan ekosistem. Selain itu, batubara juga menyebabkan pencemaran udara, air, dan tanah akibat pembakaran, penambangan, pengangkutan, dan pembuangan limbah batubara. Pencemaran ini dapat mengganggu kesehatan dan kualitas hidup masyarakat, serta mengancam keanekaragaman hayati.
Dengan demikian, Indonesia menghadapi dilema antara mempertahankan penggunaan batubara untuk mendukung kemakmuran atau mengurangi penggunaan batubara untuk mendukung keberlanjutan. Untuk mengatasi dilema ini, diperlukan langkah-langkah strategis, seperti:
- Mengurangi ketergantungan pada batubara sebagai sumber energi primer, dengan meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan, seperti tenaga air, tenaga angin, tenaga surya, dan tenaga biomassa. Energi terbarukan memiliki potensi yang besar di Indonesia, serta dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan, dan sosial.
- Meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor batubara, dengan menerapkan teknologi dan standar yang lebih ramah lingkungan, seperti clean coal technology, coal upgrading, coal gasification, dan carbon capture and storage. Teknologi ini dapat mengurangi emisi dan pencemaran dari batubara, serta meningkatkan nilai tambah dan kualitas batubara.
- Meningkatkan diversifikasi dan hilirisasi produk turunan batubara, dengan mengembangkan industri yang dapat memanfaatkan batubara sebagai bahan baku, seperti industri kimia, baja, semen, dan kertas. Produk turunan batubara dapat memberikan nilai tambah dan lapangan kerja yang lebih tinggi, serta mengurangi ketergantungan pada impor.
- Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap dampak penggunaan batubara, dengan melakukan edukasi, sosialisasi, dan advokasi tentang isu-isu lingkungan dan kesehatan yang terkait dengan batubara. Masyarakat juga dapat berperan aktif dalam mengawasi dan mengkritisi kebijakan dan praktik sektor batubara, serta mendukung upaya-upaya pelestarian dan pemulihan lingkungan.
Dilema batubara Indonesia tidak bisa diselesaikan dengan mudah, tetapi juga tidak bisa diabaikan. Indonesia harus mencari keseimbangan antara keberlanjutan dan kemakmuran, dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti ekonomi, lingkungan, sosial, dan politik. Indonesia juga harus berkolaborasi dengan berbagai pihak, seperti pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan komunitas lokal, dalam mengelola sumber daya batubara secara bijak dan bertanggung jawab.